BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Landasan
religus bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai
makhluk tuhandengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan
dan konseling. Landasan religius terkait dengan upaya mengintegrasikan
nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling. Untuk mewujudkan hal
itu, maka sudah sepatutnya agama mendapat tempat dalam praktek-praktek
konseling. Dalam pembahasan ini akan dibahas bagaimana kontribusi landasan
religius terhadap pengembangan pribadi konselor.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah landasan dan identitas
religius pengembangan diri konselor tentang hakikat manusia menurut agama, identitas
religius dan spiritual konselor, kontribusi landasan religius terhadap
perkembangan pribadi konselor, perilaku membantu yang dilandasi nilai keagamaan/
kerohanian.
C. Tujuan
Penulisan
Setelah
mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memahami dan memiliki wawasan
tentang:
1.
Dapat memahami tentang program pengembangan
diri konselor
2.
Dapat mengetahui landasan dan identitas
religius pengembangan diri konselor tentang hakikat manusia menurut agama, identitas
religius dan spiritual konselor, kontribusi landasan religius terhadap
perkembangan pribadi konselor, perilaku membantu yang dilandasi nilai keagamaan/
kerohanian.
BAB
II
PEMBAHASAN
LANDASAN
DAN IDENTITAS RELIGIUS PENGEMBANGAN DIRI KONSELOR
A. Hakikat
Manusia Menurut Agama
Konselor
dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama dan peran
agama dalam kehidupan umat manusia. Sifat hakiki manusia adalah makhluk
beragam (Homoreligius) yang memiliki fitrah untuk menerima nilai kebenaranyang
bersumber dari agama. Fitrah beragama ini menjadi potensi arah perkembangan
amat tergantung pada kehidupan beragama. Lingkungan dimana anak itu hidup.
Lingkungan itu memberikan ajaran bimbingan dengan pemberian dorongan dan
keteladanan yang baik dalam mengamalkan nilai-nilai agama, perkembangan menjadi
manusia yang berakhlak muliadan berbudi pekerti luhur.
Kemampuan anak untuk dapat mengembangkan
potensi baik dan mengendalikan potensi buruknya itu terjadi secara otomaatis
tetapi memerlukan bantuan oranglain, yakni melalui pendidikan agama (bimbingan,
pengajaran dan pelatihan) terutama dari orangtuanya sebagai pendidik pertama
dan utama di lingkungan keluarga.
Dengan mengamalkan pelajaran agama,
berarti manusia telah mewujudkan potensi jatidirinya, identitas dirinya yang
hakiki yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah dimuka bumi. Sebagai hamba dan
khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci yaitu ibadah atau mengabdi
kepadanya.
B. Identitas
Religius dan Spiritual Konselor
Landasan religius dalam bimbingan dan
konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper” pemberi bantuan
dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang
kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada klien. Didalam proses
bantuan yang diberikan itu bernilai ibadah, maka kegiatan tersebut harus
didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
Berkaitan dengan hal tersebut, Prayitno
dan Erman Amti (dalam Syamsu Yusuf, 2009:153), mengemukakan persyaratan bagi
konselor yaitu sebagai berikut:
1. Konselor
hendaknya orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanannya sesuai
dengan agama yang dianut
2. Konselor
sedapat-dapatnya mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang
relevan dengan masalah klien.
C. Kontribusi
Landasan Religius Terhadap Perkembangan Pribadi Konselor
1. Memelihara
Fitrah
Pribadi manusia dalam
keadaan suci, namun pribadi pada diri individu memiliki hawa nafsu dan juga ada
pihak luar yang senantiasa berusaha menggoda atau menyelewengkan pribadi
tersebut dari kebenaran. Maka agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsu itu,
maka pada diri konselor tersebut harus beragama dengan beriman dan beramal
saleh atau melaksanakan perintah Allah
dan menjauhi larangan-nya.
2. Memelihara
Jiwa
Dalam memelihara
kemuliaan jiwa manusia, agama mengharamkan manusia melakukan penganiayaan,
penyiksaan dan pembunuhan baik terhadap dirinya maupun kepada orang lain.
3. Memelihara
Akal
Allah telah memberikan
karunia kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu akal.
Karena pentingnya akal ini, maka agama memberi petunjuk kepada manusia untuk
mengembangkan dan memeliharanya, yaitu hendaknya manusia tersebut mensyukuri
nikmat akal itu dengan cara memanfaatkan seoptimal mungkin untuk meruusak akal,
belajar, atau mencari ilmu. Serta
menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal seperti meminum minuman keras,
menggunakan narkoba, dan hal-hal yang merusak keberfungsian akal yang sehat
4. Memelihara
Keturunan
Agama mengajarkan
kepada manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem regenerasi yang
suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan itu adalah pernikahan.
D. Perilaku
Membantu yang Dilandasi Nilai Keagamaan/ Kerohanian
1. Makna
pemberian bantuan
Pemberian
bantuan merupakan istilah yang sukar untuk dijelaskan, karena mempunyai arti
yang sangat individual, dalam arti maka sangat tergantung pada orang yang
berkepentingan. Upaya yang berupa pemberian bantuan dapat ditafsirkan sebagai
penghinaan atau sebagai pembuatan turut campur seseorang dengan urusan
oranglain.
Prayitno
dan Erman Amti (dalam Syamsu Yusuf, 2009: 153) mengemukakan persyaratan bagi
konselor, yaitu sebagai berikut:
a. Konselor
hendaknya orang yang beragama
b. Konselor
sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama.
2.
Peranan Nilai Agama Dalam Menghadapi Kehidupan Global.
Agama merupakan
uang mengikat jiwa untuk kembali kepada Tuhan adalah agama. Sejarah agama
berumur setua dengan sejarah manusia. Seluruh agama merupakan perpaduan
kepercayaan dan sejumlah upacara. Tuhan menciptakan alam atau “kita harus mati
untuk membebaskan jiwa dari beban daging badan kasar”. Sedang yang lain lebih
bersifat khusus yang pada umumnya berkenaan tentang bagaimana seharusnya kita
mengatur tingkah laku dibumi.
Dasar-dasar umum
dengan istilah nilai (Value) sedangkan hal-hal yang lebih khusus sifatnya
sebagai kepercayaan (Belief). Kepercayaan adalah penerapan konkrit nilai-nilai
yang kita miliki. Tujuan terakhir agama bersifat tidak nyata. Keberhasilan
didunia ini yang perlu diinterpretasikan sebagai suatu yang absolute.
Mempertebal iman dan mental untuk menuju kepada pelaksanaan ajaran agama
masing-masing guna terciptanya suatu kehidupan damai didunia dan diakhirat.
BAB
III
KESIMPULAN
Agama
merupakan pedoman hidup bagimanusia dalam rangka mencapaikebahagiaan yang
hakiki didunia ini dan di akhirat kelak. Karena agama sebagai pedoman hidup,
maka semua kegiatan kehidupan manusia harus merujuk pada nilai-nilai agama.
Berdasarkan
pendapat para ahli dan temuan-temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa agama
sangat berperan (berkontribusi secara signifikan) terhadap pencerahan diri an
kesehatan mental individu. Bertitik tolak dari hal ini, maka pengintegrasian
dan konseling merupakan suatu keniscayaan yang harus ditumbuhkembangkan.
Agar
penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling berlangsung
secara baik, maka konselor di persyaratkan untuk memiliki pemahaman dan
pengalaman agama yang dianutnya, dan menghormati agama klien yang berbeda
dengan agama yang dianutnya
DAFTAR PUSTAKA
·
Rambu-rambu penyelenggaraan
bimbingan dan konseling 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar