Pages

Selasa, 11 Juni 2013

LANDASAN DAN IDENTITAS RELIGIUS PENGEMBANGAN DIRI KONSELOR


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Landasan religus bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk tuhandengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling. Landasan religius terkait dengan upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling. Untuk mewujudkan hal itu, maka sudah sepatutnya agama mendapat tempat dalam praktek-praktek konseling. Dalam pembahasan ini akan dibahas bagaimana kontribusi landasan religius terhadap pengembangan pribadi konselor.
B.       Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah landasan dan identitas religius pengembangan diri konselor tentang hakikat manusia menurut agama, identitas religius dan spiritual konselor, kontribusi landasan religius terhadap perkembangan pribadi konselor, perilaku membantu yang dilandasi nilai keagamaan/ kerohanian.
C.       Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memahami dan memiliki wawasan tentang:
1.      Dapat memahami tentang program pengembangan diri konselor
2.      Dapat mengetahui landasan dan identitas religius pengembangan diri konselor tentang hakikat manusia menurut agama, identitas religius dan spiritual konselor, kontribusi landasan religius terhadap perkembangan pribadi konselor, perilaku membantu yang dilandasi nilai keagamaan/ kerohanian.

BAB II
PEMBAHASAN
LANDASAN DAN IDENTITAS RELIGIUS PENGEMBANGAN DIRI KONSELOR
A.    Hakikat Manusia Menurut Agama
Konselor dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat manusia menurut agama dan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Sifat hakiki manusia adalah makhluk beragam (Homoreligius) yang memiliki fitrah untuk menerima nilai kebenaranyang bersumber dari agama. Fitrah beragama ini menjadi potensi arah perkembangan amat tergantung pada kehidupan beragama. Lingkungan dimana anak itu hidup. Lingkungan itu memberikan ajaran bimbingan dengan pemberian dorongan dan keteladanan yang baik dalam mengamalkan nilai-nilai agama, perkembangan menjadi manusia yang berakhlak muliadan berbudi pekerti luhur.
Kemampuan anak untuk dapat mengembangkan potensi baik dan mengendalikan potensi buruknya itu terjadi secara otomaatis tetapi memerlukan bantuan oranglain, yakni melalui pendidikan agama (bimbingan, pengajaran dan pelatihan) terutama dari orangtuanya sebagai pendidik pertama dan utama di lingkungan keluarga.
Dengan mengamalkan pelajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan potensi jatidirinya, identitas dirinya yang hakiki yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah dimuka bumi. Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci yaitu ibadah atau mengabdi kepadanya.
B.     Identitas Religius dan Spiritual Konselor
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper” pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada klien. Didalam proses bantuan yang diberikan itu bernilai ibadah, maka kegiatan tersebut harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
Berkaitan dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti (dalam Syamsu Yusuf, 2009:153), mengemukakan persyaratan bagi konselor yaitu sebagai berikut:
1.      Konselor hendaknya orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanannya sesuai dengan agama yang dianut
2.      Konselor sedapat-dapatnya mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalah klien.

C.     Kontribusi Landasan Religius Terhadap Perkembangan Pribadi Konselor

1.      Memelihara Fitrah
Pribadi manusia dalam keadaan suci, namun pribadi pada diri individu memiliki hawa nafsu dan juga ada pihak luar yang senantiasa berusaha menggoda atau menyelewengkan pribadi tersebut dari kebenaran. Maka agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsu itu, maka pada diri konselor tersebut harus beragama dengan beriman dan beramal saleh atau  melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-nya.
2.      Memelihara Jiwa
Dalam memelihara kemuliaan jiwa manusia, agama mengharamkan manusia melakukan penganiayaan, penyiksaan dan pembunuhan baik terhadap dirinya maupun kepada orang lain.
3.      Memelihara Akal
Allah telah memberikan karunia kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu akal. Karena pentingnya akal ini, maka agama memberi petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya, yaitu hendaknya manusia tersebut mensyukuri nikmat akal itu dengan cara memanfaatkan seoptimal mungkin untuk meruusak akal, belajar, atau  mencari ilmu. Serta menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal seperti meminum minuman keras, menggunakan narkoba, dan hal-hal yang merusak keberfungsian akal yang sehat
4.      Memelihara Keturunan
Agama mengajarkan kepada manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem regenerasi yang suci. Aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan itu adalah pernikahan.

D.    Perilaku Membantu yang Dilandasi Nilai Keagamaan/ Kerohanian

1.      Makna pemberian bantuan
Pemberian bantuan merupakan istilah yang sukar untuk dijelaskan, karena mempunyai arti yang sangat individual, dalam arti maka sangat tergantung pada orang yang berkepentingan. Upaya yang berupa pemberian bantuan dapat ditafsirkan sebagai penghinaan atau sebagai pembuatan turut campur seseorang dengan urusan oranglain.
Prayitno dan Erman Amti (dalam Syamsu Yusuf, 2009: 153) mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut:
a.       Konselor hendaknya orang yang beragama
b.      Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama.
2. Peranan Nilai Agama Dalam  Menghadapi Kehidupan  Global.
Agama merupakan uang mengikat jiwa untuk kembali kepada Tuhan adalah agama. Sejarah agama berumur setua dengan sejarah manusia. Seluruh agama merupakan perpaduan kepercayaan dan sejumlah upacara. Tuhan menciptakan alam atau “kita harus mati untuk membebaskan jiwa dari beban daging badan kasar”. Sedang yang lain lebih bersifat khusus yang pada umumnya berkenaan tentang bagaimana seharusnya kita mengatur  tingkah laku dibumi.
Dasar-dasar umum dengan istilah nilai (Value) sedangkan hal-hal yang lebih khusus sifatnya sebagai kepercayaan (Belief). Kepercayaan adalah penerapan konkrit nilai-nilai yang kita miliki. Tujuan terakhir agama bersifat tidak nyata. Keberhasilan didunia ini yang perlu diinterpretasikan sebagai suatu yang absolute. Mempertebal iman dan mental untuk menuju kepada pelaksanaan ajaran agama masing-masing guna terciptanya suatu kehidupan damai didunia dan diakhirat.


BAB III
KESIMPULAN

Agama merupakan pedoman hidup bagimanusia dalam rangka mencapaikebahagiaan yang hakiki didunia ini dan di akhirat kelak. Karena agama sebagai pedoman hidup, maka semua kegiatan kehidupan manusia harus merujuk pada nilai-nilai agama.
Berdasarkan pendapat para ahli dan temuan-temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa agama sangat berperan (berkontribusi secara signifikan) terhadap pencerahan diri an kesehatan mental individu. Bertitik tolak dari hal ini, maka pengintegrasian dan konseling merupakan suatu keniscayaan yang harus ditumbuhkembangkan.
Agar penerapan nilai-nilai agama dalam layanan bimbingan dan konseling berlangsung secara baik, maka konselor di persyaratkan untuk memiliki pemahaman dan pengalaman agama yang dianutnya, dan menghormati agama klien yang berbeda dengan agama yang dianutnya

DAFTAR PUSTAKA
·         Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About